Nikmat dan niqmah, dua kata yang bunyi pengucapannya hampir sama namun memiliki arti dan makna yang berbeda. Kata nikmat untuk konotasi kebaikan dan niqmah di pakai untuk konotasi yang buruk atau kebalikan dari kebaikan.
Kita terkadang tidak sadar, bahwa ternyata pemberian Allah berupa nikmat-Nya sangatlah banyak. Saking banyaknya nikmat dan pemberian-Nya untuk para hamba-Nya, tak ada satupun yang mampu menghitung jumlahnya. Hingga hutan dan lautan digabungkan menjadi pencatatnya tidak akan bisa mengurai seluruh nikmat-Nya dalam bentuk jumlah bilangan.
وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٞ رَّحِيمٞ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18)
Kita butuh merenung yang banyak. Merenungi apa yang telah kita nikmati dari pemberian Allah yang Maha Kaya lagi Maha Pemurah. Kita diminta olehnya untuk selalu mengingat-Nya agar kita selalu diingat-Nya pula. Syukurilah tiap nikmat yang ada, walau ia sangat kecil menurut kita. Jangan sampai hal yang kecil yang tidak disyukuri menjadikan kita kufur terhadap pemberian Allah.
فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِي وَلَا تَكۡفُرُونِ
“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu! Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku!” (QS. Al-Baqarah: 152)
Jangan menunggu nikmat-Nya berubah menjadi niqmah. Jangan menunggu pemberian-Nya berubah menjadi musibah buat kita sebab ulah nafsu yang kita perturutkan.
Wallahu a'lam.