Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi lagi sesudahnya. Beliau memiliki kedudukan yang mulia dengan syafa’at al ‘uzhma pada hari kiamat kelak.
Seorang muslim punya kewajiban mencintai beliau lebih dari makhluk lainnya. Inilah landasan pokok iman.
Rasulullah bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Salah seorang di antara kalian tidak akan beriman sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya bahkan seluruh manusia.” (HR. Muslim)
‘Abdullah bin Hisyam berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khaththab.
Lalu Umar berkata, “Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali terhadap diriku sendiri.”
Kemudian Nabi berkata, “Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya (imanmu belum sempurna). Tetapi aku harus lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.”
Kemudian ’Umar berkata, “Sekarang, demi Allah. Engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.”
Kemudian Nabi berkata, “Saat ini pula wahai Umar, (imanmu telah sempurna).” (HR. Bukhari)
Cinta bukanlah hanya klaim semata, namun cinta harus dengan bukti. Di antara bentuk cinta pada Nabi adalah ittiba’ (mengikuti), taat dan berpegang teguh pada petunjuknya. Karena ketaatan pada Nabi adalah buah dari kecintaan kita kepadanya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” (QS. An-Nisa’: 80)
Rasulullah juga memerintahkan, “Berpegang teguhlah dengan sunahku dan sunah khulafa’ur rasyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal).” (HR. Abu Dawud)
Itulah di antara bukti seseorang mencintai nabinya, yaitu dengan mentaati, mengikuti dan meneladani setiap ajarannya.
Istilah kata, tak kenal maka tak sayang...
Yuk, tumbuhkan rasa sayang dan cinta kita pada Rasulullah dengan mengenal jati diri dan kehidupan beliau.